Saturday, September 08, 2012

Refleksi kembali ke tanah air

Juli 2001 ke Jerman dan 25 Desember 2008 pulang kembali ke tanah air tercinta Indonesia. Sungguh setelah 7 tahun lebih berada di negeri orang, membangun keluarga dengan kelahiran anak-anak di sana dan akhirnya perjalanan sejarah menuliskan bahwa keluarga kecil kami ibarat pepatah Setinggi-tinggi bangau terbang akhirnya kembali ke sarangnya. Yah, akhirnya kami berhasil meyakinkan diri kami untuk keluar dari zona nyaman dan masuk kembali ke arena perjuangan sejati. Bagaimana tidak kehidupan di LN adalah zona nyaman, karena dengan memegang visa " Aufenhalt Erlaubnis " kami berhak tinggal di Jerman tanpa batas dan memiliki hak dan kewajiban sama dengan warga asli. Artinya kami juga berhak mendapatkan jaminan kesehatan yang memadai, hari tua yang nyaman, kualitas pendidikan anak - anak standar negara maju yang hampir " gratis " karena tergolong sangat murah dibandingkan dengan apa yang anak-anak dapatkan ?. Yah ibarat ikan air laut yang biasa di taruh di aquarium dengan kenyamanan dan pasokan pangan yang tak pernah kurang. Kehangatan yang selalu memancar dari penghangat air, kebersihan yang selalu terjaga oleh filter dan pompa, hingga kebutuhan makanan yang selalu ada namun kembali ke laut lepas tentu saja tetap menjadi kerinduan. Meski di laut lepas itu akan berhadapan dengan ikan paus, hiu, dan ikan - ikan ganas lain yang siap mengintai dan meski di laut lepas itu akan berhadapan dengan kencangnya gelombang yang siap menghajar dan menyeret ke segala arah sekali lagi mungkin tetap saja ada kekuatan yang membuat bathin ini optimis untuk tegar. 

Meski awalnya sempat " gegar budaya " tapi lama - kelamaan sudah mulai terbiasa. Untung aku memang tidak terlalu intens lekat dengan budaya eropa dulu sehingga tidak terlalu sulit juga untuk membiasakan diri kembali dengan habitat asli yang cukup lama ditinggalkan. Anak- anak yang masih kecil tentu saja lebih mudah untuk dibentuk karena mereka akan nyaman ketika orang tuanya nyaman, mereka akan enjoy ketika orang tuanya optimis. So memang PR pertama adalah membuat diri kita nyaman dan optimis lagi.

Untuk optimis tentu saja kebaikan - kebaikan di negeri ini yang terus kita pikirkan, untuk sisi kekurangannya maka meski tidak mungkin kita abaikan paling tidak diusahakan untuk ditambal semampu kita. Kebaikan - kebaikan di habitat sendiri kalau kita catat ternyata cukup banyak :
1. Dekat dengan keluarga yang ternyata cukup membawa kekuatan bathin yang cukup besar
2. Fleksibilitas tinggi : dari mulai orang-orangnya hingga sistem transportasi (angkot bisa turun dan naik dimana saja kita mau)
3. Gak perlu lagi mikir - mikir grammer saat mau bercakap - cakap, cukup pake bahasa ibu semua juga ngerti
4. Ada asisten RT, tukang kebun, sampai emang-emang yang bersedia naikin barang belanjaan ke mobil dengan sukarela. Untuk tukang kebun memang keberadaannya tidak mutlak (tergantung keperluan dan alokasi dana). Asisten RT ini memang membuat hidup serasa luxurious, karena di LN mungkin hanya kelas bangsawan dan kaum borjuis yang bisa menikmati jasa-jasa pelayan.
5. Sistem sekolah anak-anak yang kompromistis , misal anak - anak bisa diijinkan untuk diajak berlibur atau kondangan ke kerabat yang nikah di luar kota.
6. Mau makan apa saja tidak perlu repot - repot bikin semua sudah tersedia dengan harga yang terjangkau (ini klo udah agak lama tinggal dan tahu warteg - warteg mana yang enak dengan harga relatif murah).

Belum lagi sudah ada :
1. Pendidikan dasar gratis hingga sekolah menengah atas (di sekolah-sekolah negeri)
2. Sistem kesehatan yang cukup (misal untuk penyakit-penyakit ringan namun sering kayak flu, demam, dst) cukup dengan 5000 rupiah asal mau antri di puskesmas.
3. Jalanan macet ? nah triknya mudah namun tidak semua setuju ( cari lokasi rumah yang tidak jauh dengan tempat kerja atau sekolah anak, meski harganya memang sudah edan -edanan dengan bugdet lumayan cuma dapat sepetak tapi paling tidak gak perlu pusing kemacetan)

So untuk di tinggal di indonesia memang karena banyak hal yang tak terduga maka biasakan hidup sesuai dengan keperluan saja. Misal :
1. Tahan untuk tidak ganti gadget baru jika memang kurang perlu
2. Weekend di rumah saja bahkan anak-anak lebih senang karena bisa main dengan anak - anak tetangga, jadi gak perlu kena macet dan pemborosan uang karena jalan - jalan di mall

Dan untuk, kemacetannya , kesemrawutan, tidak ada jaminan kelayakan hidup dari pemerintah, angka kriminalitas yang masih tinggi nah mungkin disinilah bathin jadi makin banyak beristighfar dan tawakal.